Pencemaran Lingkungan di Indonesia: Penyebab, Jenis dan Solusi Efektif
Pencemaran lingkungan merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi di Indonesia. Meliputi ancaman ekosistem, kesehatan masyarakat dan keberlanjutan sumber daya alam. Fenomena pencemaran lingkungan terjadi ketika suatu zat atau energi berbahaya masuk ke lingkungan sehingga mengancam keseimbangan alam.
![]() |
Ilustrasi pencemaran udara di daerah perkotaan Jakarta, air sungai tercemar limbah mengalir dan hutan yang rusak dalam 1 gambar lanscape (AI). |
Dikutip dari laporan Badan Pusat statistik (BPS) dalam Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2024, pencemaran lingkungan yang terjadi di Indonesia dipicu oleh aktivitas manusia seperti industri, urbanisasi serta pengelolaan sampah yang buruk. Artikel ini akan membahas apa yang dimaksud pencemaran lingkungan, jenis - jenisnya, faktor penyebab, masalah utama dan solusi efektif yang diterapkan
Memahami Pencemaran Lingkungan
Yang masih menjadi pertanyaan untuk banyak orang mengenai apa yang dimaksud pencemaran lingkungan? Menurut Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam lingkungan yang diakibatkan dari aktivitas manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
Contohnya meliputi limbah industri yang mencemari lingkungan atau emisi kendaraan yang memperburuk kualitas udara, dimana keduanya berdampak pada kesehatan dan ekosistem.
Jenis-Jenis Pencemaran Lingkungan
Pertanyaan umum lainnya adalah, apa saja pencemaran di lingkungan? Berikut adalah jenis-jenis utama pencemaran lingkungan di Indonesia:
Pencemaran Udara
Menurut Air Quality Life Index (AQLI) 2021, polusi udara di Indonesia menyebabkan penurunan usia rata - rata harapan hidup sebesar 2,5 tahun akibat paparan partikel halus (PM2.5) yang melebihi standar WHO. Di Jakarta, tingkat polusi udara sering kali melebihi ambang batas aman, terutama diakibatkan emisi kendaraan bermotor dan aktivitas industri.
Pencemaran Air
Sungai Citarum, Jawa Barat, disebut sebagai salah satu sungai paling tercemar di dunia, dengan 68% limbah berasal dari industri tekstil dan 20% sampah domestik (data KLHK 2020). Karena itu, berdasarkan BPS 2020, hanya 74,5% penduduk Indonesia memiliki akses ke air bersih dengan kualitas air pedesaan yang seringkali telah terkontaminasi limbah.
Pencemaran Tanah
Indonesia menghasilkan 7,8 juta ton sampah plastik per tahunnya, dengan total 5 juta ton yang tidak terkelola dengan baik dan 1,2 juta ton berakhir di laut (data Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2021). Sementara itu, sampah plastik dan limbah kimia menyebabkan pencemaran tanah, mengurangi kesuburan dan mengganggu ekosistem.
Deforestasi dan Kebakaran Hutan
Laju deforestasi yang terjadi di Indonesia mencapai 0,44 juta hektar per tahun (data Global Forest Watch, 2021), terutama untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan pada 6 taun lalu, tepatnya pada tahun 2019 berakibat hasil berupa emisi karbon tinggi yang memperburuk kualitas udara regional.
Faktor Penyebab Umum Pencemaran Lingkungan
Aktivitas Industri
Ilustrasi pencemaran lingkungan yang diakibatkan pencemaran industri lanscape (AI). Foto: Karenita Fortina Maulani/Garuters.id |
Urbanisasi: Pertumbuhan dari penduduk kota yang terus meningkat turut meningkatkan polusi kendaraan pada 2023, Jakarta sendiri mencatat konsentrasi PM2.5 sebesar 36,8 µg/m³ yang melebihi standar WHO yakni (10 µg/m³)
Pencemaran Udara
Emisi Kendaraan Bermotor: Kendaraan bermotor, terutama di kota-kota besar, menyumbang sebagian besar polusi udara. Di Jakarta, sekitar 70% polusi udara berasal dari emisi kendaraan (KLHK, 2020).
Aktivitas Industri: Pabrik-pabrik yang tidak dilengkapi dengan teknologi pengendalian emisi yang memadai melepaskan gas berbahaya seperti SO2 dan NOx ke udara.
Pembakaran Sampah: Praktik membakar sampah di tempat terbuka, yang masih umum di beberapa daerah, menghasilkan asap dan partikel berbahaya.
Kebakaran Hutan: Kebakaran hutan yang sering terjadi di Sumatra dan Kalimantan, terutama untuk pembukaan lahan, menghasilkan asap yang mencemari udara secara luas.
Pencemaran Air
Limbah Industri: Industri tekstil, pertambangan, dan manufaktur sering kali membuang limbah cair yang mengandung bahan kimia berbahaya ke sungai dan laut.
Limbah Domestik: Sampah rumah tangga, termasuk deterjen dan plastik, yang dibuang ke sungai tanpa pengolahan yang memadai.
Pertanian: Penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan mencemari air tanah dan sungai.
Urbanisasi: Pembangunan kota yang cepat sering kali tidak diimbangi dengan infrastruktur sanitasi yang memadai, sehingga limbah domestik mencemari sumber air.
Pencemaran Tanah
![]() |
Ilustrasi pencemaran tanah dan lahan pertanian (AI). |
Limbah Kimia: Pembuangan limbah industri yang mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya ke tanah.
Pertanian: Penggunaan pestisida dan herbisida yang berlebihan mencemari tanah dan mengurangi kesuburannya.
Deforestasi: Penebangan hutan yang berlebihan menyebabkan erosi tanah dan hilangnya lapisan tanah atas yang subur.
Deforestasi dan Kebakaran Hutan
![]() |
Ilustrasi kebakaran hutan, pembangunan infrastruktur dan penanaman kelapa sawit dalam 1 gambar (AI). |
Pertambangan: Aktivitas pertambangan, terutama yang ilegal, sering kali melibatkan penebangan hutan yang luas.
Pembangunan Infrastruktur: Pembangunan jalan, bendungan, dan proyek infrastruktur lainnya sering kali memerlukan pembukaan lahan hutan.
Praktik Pertanian Tradisional: Pembakaran lahan untuk pertanian ladang berpindah (slash-and-burn) masih umum di beberapa daerah, yang sering kali tidak terkendali dan menyebabkan kebakaran hutan.
Solusi dan Efektivitas Penanganan Pencemaran Lingkungan
Upaya dalam mengatasi pencemaran lingkungan di Indonesia melibatkan berbagai strategi, termasuk edukasi masyarakat, regulasi, pengelolaan sampah, dan green technology. Berikut adalah solusi yang telah diterapkan beserta efektivitasnya:
Edukasi Masyarakat
Program edukasi lingkungan bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan melalui kampanye dan pendidikan formal. Survei Jajak Pendapat (JakPat) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 69,8% anak muda di Indonesia terhitung menggunakan tas belanja sendiri, dan 56,2% mulai beralih dalam membeli produk ramah lingkungan setelah mengikuti kampanye lingkungan.
Program pendidikan berbasis lingkungan di sekolah juga berhasil, dengan penelitian di Jakarta Barat pada 2024 menemukan peningkatan kesadaran dalam aspek pengetahuan dan tindakan pro-lingkungan di kalangan siswa. Salah satu contoh implementasi nyata yakni program pendidikan berbasis lingkungan di MTs Negeri 8 Sleman yang melibatkan siswa dalam proyek konservasi lokal, meningkatkan partisipasi dalam pengelolaan sampah.
Regulasi dan Pengawasan
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerapkan regulasi seperti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) dengan tujuan untuk mengendalikan emisi dan limbah industri. Penerapan Peraturan Bupati (Perbup) tentang pengelolaan sampah di lebih dari 100 kabupaten/kota berhasil mengurangi sampah liar hingga 20% (data KLHK, 2022).
Pengelolaan Sampah
Program pengelolaan sampah terpadu melibatkan pemberdayaan masyarakat dan sistem seperti bank sampah untuk mengurangi limbah domestik dan plastik. Program di Sungai Cisadane berhasil mengurangi limbah domestik melalui aksi pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan sampah terpadu. Di Semarang, edukasi pengelolaan sampah di sekolah meningkatkan kesadaran siswa hingga 40% dalam memilah sampah.
Green Technology dan Konservasi
Investasi dalam energi terbarukan dan teknologi pemantauan emisi, serta upaya konservasi seperti agroforestri, digunakan untuk mengurangi dampak pencemaran. Pada tahun 2023, KLHK melaporkan rehabilitasi 203,39 hektar lahan melalui agroforestri di berbagai daerah, meningkatkan penyerapan karbon sebesar 15%. Teknologi seperti pemodelan kualitas udara (Aermod-Calpuff) juga membantu industri memantau emisi, mengurangi polusi udara hingga 20% di sektor tertentu. Penggunaan sensor kualitas udara di 10 kota besar membantu pengendalian polusi secara real-time, dengan penurunan PM2.5 sebesar 5-10% di wilayah tertentu (data KLHK, 2022).