Lipstick Effect: Fenomena Unik di Balik Pembelian Lipstik Saat Krisis Ekonomi
Gambar: Karenita Fortina Maulani/Garuters.id |
Lipstick Effect adalah istilah yang mungkin masih terdengar asing, tapi fenomena ini sangat relevan, khusunya buat anak muda yang suka ikut tren kosmetik dan perilaku konsumen.
Apa itu Lipstick Effect? Sederhananya, Lipstick Effect mengacu ke peningkatan penjualan barang mewah yang harganya terjangkau, kayak lipstik, waktu terjadi krisis ekonomi.
Pertama kali diperkenalkan Leonard Lauder, mantan ketua Estée Lauder, fenomena ini lahir setelah ia mengamati lonjakan penjualan lipstik setelah serangan teroris yang terjadi saat 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Artikel ini bakal jelaskan arti Lipstick Effect, sejarah, alasan psikologis di baliknya, dan gimana fenomena ini terlihat di Indonesia, khususnya di kalangan anak muda.
Apa Itu Lipstick Effect?
Lipstick Effect merupakan teori yang menyatakan bahwa disaat masa krisis ekonomi, konsumen cenderung beli barang mewah dengan harga terjangkau, kayak lipstik, daripada barang mahal kayak tas branded atau aksesoris.
Istilah ini, yang juga dikenal "Lipstick Index," menunjukkan bahwa penjualan kosmetik bisa meningkat saat resesi.
Kalau menurut Leonard Lauder, lipstik adalah "kemewahan kecil" yang kasih kepuasan emosional tanpa nguras anggaran.
Menurut Forbes, Lipstick Effect nggak hanya terbatas pada lipstik tapi juga mencakup produk kecantikan lain seperti parfum atau skincare.
Fenomena ini mencerminkan gimana konsumen, khusunya anak muda, cari cara buat tetap feeling good meskipun sedang menghadapi tekanan finansial.
Sejarah Lipstick Effect
Sejarah Lipstick Effect dimulai di tahun 2001 ketika Leonard Lauder perkenalkan istilah ini. Ia menemukan bahwa setelah tragedi 11 September, penjualan lipstik Estée Lauder melonjak.
Lalu fenomena ini tampak lagi selama resesi global di tahun 2008, di mana saat penjualan kosmetik stabil meskipun daya beli sedang turun.
Selama Depresi Besar di 1930-an, industri kosmetik juga tetap kuat, yang sering dikutip sebagai contoh awal dari Lipstick Effect.
Namun, nggak semua resesi menunjukkan fenomena ini secara konsisten.
Dilansir dari ebuah artikel di The Economist 2009 menyatakan kalau beberapa resesi nggak menunjukkan peningkatan penjualan kosmetik dan data penjualan lipstik sulit diverifikasi secara historis.
Meskipun begitu, Lipstick Effect tetap jadi topik menarik dalam studi ekonomi dan psikologi konsumen.
Dari buku Donovan Garett yang berjudul "The Lipstick Effect: Why Small Luxuries Mean Big Profits During A Recession", fenomena ini dijelaskan sebagai strategi konsumen untuk mempertahankan kepercayaan diri dengan beli barang mewah kecil meskipun keadaan ekonomi sedang sulit.
Kenapa Lipstick Effect Terjadi?
Beberapa faktor yang bisa jelaskan Psikologis Lipstick Effect diantaranya:
- Kepuasan Instan: Dengan harga yang tidak pricy, lipstik bisa beri kepuasan cepat dan bantu konsumen buat merasa lebih baik di tengah krisis.
- Peningkatan Kepercayaan Diri: Produk kecantikan bisa meningkatkan rasa percaya diri, dimana ini sangat dicari ditengah ketidakpastian ekonomi.
- Pengganti Kemewahan Besar: Konsumen beralih ke barang kecil yang terasa mewah, ketika barang mahal seperti mobil atau liburan tidak terjangkau.
Lipstick Effect dari penelitian di Psychology Today tahun 2015 menunjukkan kalau fenomena ini mungkin didorong keinginan wanita buat menarik pasangan dengan sumber daya selama masa sulit.
Ditengah konteks ekonomi yang tidak stabil ini, teori evolusioner lipstick effect menyatakan kalau kosmetik bantu meningkatkan daya tarik fisik, yang dianggap penting di lingkup sosial.
Lipstick Effect dalam Konteks Ekonomi
The Lipstick Effect economics sering dianggap sebagai indikator ekonomi yang menarik.
Konsumen masih bersedia membeli barang mewah kecil meskipun ekonomi lesu yang ditunjukkan melalui peningkatan penjualan lipstik.
Namun, beberapa ahli mempertanyakan validitas indikator ini karena efeknya nggak selalu konsisten.
Selama Lipstick Effect Great Depression, industri kosmetik tetap kuat, menunjukkan kalau konsumen mencari cara untuk memanjakan diri meskipun dalam kondisi sulit.
Fenomena ini juga terlihat selama resesi 2008, di mana penjualan lipstik dan produk kecantikan lainnya meningkat.
Lipstick Effect Saat COVID-19
Lipstick Effect saat COVID-19 menunjukkan adaptasi unik. Dengan penggunaan masker wajib, penjualan lipstik mengalami penurunan drastis, tapi produk seperti skincare, maskara, dan makeup mata melonjak.
Sebuah artikel di The Guardian pada Desember 2020 melaporkan bahwa penjualan lipstik turun mencapai 70%, sementara angka penjualan dari skincare meningkat sebanyak lebih dari dua kali lipat.
Penjualan kosmetik mata di China naik sebesar 150% pada Februari 2020, merepresentasikan dari dari pergeseran preferensi konsumen.
Fenomena ini menunjukkan bahwa Lipstick Effect bisa berubah bentuk sesuai konteks sosial.
Istilah seperti "Longwear Foundation Effect" atau "Mascara Effect" yang mulai muncul buat menggambarkan tren baru ini.
Lipstick Effect di Indonesia
Lipstick Effect di Indonesia sangat terlihat di kalangan anak muda.
Banyak yang tetap membeli barang kecil meskipun daya beli menurun, kayak kosmetik lokal dari merek seperti Wardah atau koleksi viral kayak boneka Labubu produksi Pop Mart.
Fenomena Labubu Lipstick Efek jadi contoh menarik ketika boneka ini booming setelah dipromosikan Lisa Blackpink di media sosialnya saat April 2024 lalu, menarik anak muda untuk membelinya sebagai bentuk kepuasan emosional.
Artikel Kompasiana menyebutkan bahwa tempat wisata tetap ramai meskipun ekonomi lesu, menunjukkan bahwa anak muda mencari cara terjangkau untuk menikmati hidup, kayak healing atau membeli kosmetik.
Fenomena Lipstick Effect Pria
Fenomena Lipstick Effect di kalangan pria mulai terlihat melalui peningkatan minat pribadi terhadap produk grooming.
Sebagian pria cenderung membeli barang seperti skincare, parfum, atau bahkan makeup untuk meningkatkan kepercayaan diri ditengah krisis ekonomi.
Sebuah artikel The Economist menyebutkan adanya "ekivalen maskulin dari Lipstick Effect" dalam bentuk produk grooming pria, seperti pomade atau perawatan jenggot.
Sebuah tren dimana pria yang gunakan makeup, termasuk lipstik, juga meningkat, terutama di kalangan anak muda yang ingin mengekspresikan diri.
Menunjukkan bahwa Lipstick Effect mencerminkan kebutuhan universal untuk self-care, tidak terbatas pada gender.
Contoh Lipstick Effect
Berikut adalah beberapa Lipstick Effect beserta contohnya dari berbagai periode:
Kritik dan Debat tentang Lipstick Effect
Tentunya, ada kritik konsistensi ditengah kepopuleran dari Lipstick Effect. Sebuah studi di ScienceDirect menunjukkan kalau efek ini nggak selalu seragam di semua pasar.
Selain itu, selama pandemi COVID-19, penurunan penjualan lipstik menimbulkan pertanyaan tentang relevansi fenomena ini di era modern.
Beberapa ahli berpendapat bahwa Lipstick Effect lebih merupakan fenomena budaya alih - alih indikator ekonomi yang bisa diandalkan.
Namun, popularitasnya di kalangan anak muda, terutama di Indonesia, menunjukkan fenomena ini tetap relevan dalam konteks tertentu.
Lipstick Effect merupakan fenomena ekonomi dan psikologis yang menarik, yang menunjukkan bagaimana konsumen, terutama cara anak muda beradaptasi dengan krisis ekonomi melalui pembelian barang mewah kecil.
Fenomena ini mencerminkan kreativitas dan ketangguhan manusia dalam menghadapi tantangan finansial dari lipstik hingga Labubu.
Bagi anak muda, memahami Lipstick Effect bisa jadi pemelajaran terkait perilaku konsumen dan pentingnya mengelola keuangan dengan bijak sambil tetap menjaga kebahagiaan dan kepercayaan diri.